“ Tasawuf dan Etos Kerja ”
(MAKALAH)
|
Diajukan
sebagai salah satu tugas mata kuliah Ilmu Akhlak Tasawuf
oleh : Hasanudin,
S.Ag., M.A.
Oleh :
Kelompok 6
Rima
Amaliah
Wigarti Rahmini
Dewi Sulastri
Nurhayati
Ai Siti Nurhayati
|
NPM
: 16230022
NPM
: 16230033
NPM
: 16230004
NPM
: 16230017
NPM
: 16230001
|
Program Studi
Pendidikan Guru Raudlatul Athfal
(PGRA) /PI-AUD
STAI Al-Musaddadiyah
Garut
2017
KATA
PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Tasawuf
dan Etos Kerja”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
kekasih-Nya, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilmu Akhlak Tasawuf dan yang lebih pentingnya yakni untuk
menambah ilmu pengetahuan kepada kita sebagai mahasiswa tentang ajaran dan
kaidah hidup yang Islami.
Makalah ini tentunya tak luput dari kesalahan dan
kekurangan, baik dari segi isinya, bahasa, analisis maupun yang lainnya. Maka
dari itu, komentar maupun kritik dan saran sangat dibutuhkan oleh penulis untuk
memperbaiki hasil karya kedepannya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu, terutama kepada Bapak Hasanudin, S.Ag., M.A.Sebagai Dosen mata kuliah Ilmu Akhlak
Tasawuf.
Garut,
Mei 2017
Penyususn
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................. i
Daftar Isi ..................................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
a. Latar Belakang........................................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
c. Tujuan........................................................................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
a. Pengertian tasawuf ..................................................................................................... 2
b. Pengertian etos kerja.................................................................................................. 2
c. Islam dan pekerjaan.................................................................................................... 2
d. Tasawuf dan etos kerja............................................................................................... 4
BAB III : PENUTUP ................................................................................................................. 19
Kesimpulan ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hampir di setiap sudut kehidupan,
kita akan menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja. Apalagi bagi seorang
muslim bekerja dimaknai sebagai suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh aset, pikir, dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau
menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah SWT yang harus menundukkan dunia
dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) (Tasmara, 2002:25). Atau
dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa dengan hanya bekerja manusia itu
memanusiakan dirinya.
Keberhasilan kerja seseorang
ditentukan oleh adanya etos kerja tinggi yang tertanam dalam dirinya. Dengan
cara memahami dan meyakini ajaran-ajaran agama yang berhubungan dengan
penilaian ajaran agama tersebut terhadap kerja, akan menumbuhkan suatu etos
kerja pada diri seseorang. Pada perkembangan selanjutnya etos kerja ini akan
menjadi pendorong keberhasilan kerjanya. Persoalannya bagaimana konsep etos
kerja dalam Islam yang digali dari Al-Quran dan Hadits.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian tasawuf ?
2.
Apa pengertian etos kerja ?
3.
Bagaimana pembahasan tentang Islam dan pekerjaan ?
4.
Bagaimana penjelasan tentang tasawuf dan etos kerja ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian tasawuf
2.
Untuk mengetahui pengertian etos kerja
3.
Untuk mengetahui pembahasan tentang Islam dan pekerjaan
4.
Untuk
mengetahui penjelasan tentang tasawuf dan etos kerja
BAB II
PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Tasawuf
Terdapat
beragam pendapat mengenai akar kata tasawuf . Ada yang mengatakan bahwa
kata tasawuf berasal dari kata shufah (kain dari bulu), karena kepasrahan
seorang sufi kepada Allah ibarat kain wol yang dibentangkan. Ada yang
berpendapat shifah (sifat) sebab, seorang sufi adalah orang yang menghiasi diri
dengan segala sifat terpuji dan meninggalkan setiap sifat tercela.
Pendapat
lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shuffah (sufah) sebab, seorang
sufi mengikuti ahli sufah dalam sifat yang telah ditetapkan Allah bagi mereka.
Al-Qusyari berpendapat bahwa tasawuf berasal dari shafwah (orang pilihan atau
suci). shaf (saf), seolah para sufi berada di saf pertama dalam menghadapkan
diri kepada Allah dan berlomba-lomba untuk melakukan ketaatan.
b.
Pengertian etos
kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etos
adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Sedang etos kerja
adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok.
Dengan demikian, etos menyangkut semangat
hidup, termasuk semangat bekerja, pengetahuan dan keterampilan yang memadai
tentang pekerjaan yang ditangani.
c.
Islam dan
Pekerjaan
Menurut George A. Steiner dan John F. Steiner
mendefinisikan pekerjaan sebagai usaha yang berkelanjutan yang direncanakan untuk menghasilkan sesuatu yang
bernilai atau bermanfaat bagi orang
lain.
Dengan demikian, pekerjaan bertujuan untuk
menghasilkan sesuatu guna memenuhi kebutuhan manusia. Tetapi dalam sejarah
kemanusiaan pekerjaan pernah begitu lama tidak mendapat apresiasi yang memadai,
seperti yang terjadi di luar Islam.
Perhatian filsafat terhadap pekerjaan baru
timbul dan mulai berkembang setelah zaman industri. Penemuan ilmu-ilmu alam,
kemajuan teknik dan penggunaannya secara komersial membuka suatu cakrawala tak
terbatas bagi usaha manusia untuk menaklukkan alam. Penaklukkan alam dilakukan
oleh manusia dalam pekerjaannya.
Apresiasi Islam terhadap pekerja dan pekerjaan
tidak hanya terlihat dalam ajaran normatif agama ini. Tetapi juga dibuktikan
dalam sejarah. Dalam sejarah Islam terhadap pekerja dan pekerjaan diawali
dengan membebaskan mereka yang berstatus budak kemudian berstatus sebagai
pekerja. Perjuangan Islam untuk membebaskan perbudakan sudah berhasil. Kini
tidak ada lagi orang yang berstatus budak, karena dalam Islam semua orang
memiliki derajat yang sama.
Dalil naqli yang memerintah untuk bekerja
keras.
وَ اَنْ لَيْسَ
لِلْاِنْسَانِ اِلّاَ مَاسَعَا
“Dan bahwasannya seaorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang diusahakannya” {QS. An-Najm: 39}
Ayat ini menjelaskan bahwa satu-satunya cara
untuk mendapatkan sesuatu dalam hidup adalah kerja keras. Kemajuan hidup sangat
tergantung pada usaha.
Apresiasi yang tinggi terhadap pekerjaan juga
dibuktikan oleh kehidupan para nabi dan rosul sebelum Rosulullaah ﷺ.
Hampir semua nabi dan rosul bekerja untuk menghidupi diri mereka tak terkecuali
Nabi Muhammad ﷺ.
Beliau menggembala Kambing dan menasehati orang lain agar menghidupi diri
mereka.
Rosulullaah ﷺ bersabda:
مَا اَكَلَ
اَحَدُكُمْ طَعَامَا خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يَاْكُلَ مِنْ عَمًلٍ يَدِهِ اَنَّ نَبِيَّ
اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَاْكُلَ مِنْ عَمَلٍ يَدِهِ اللهِ
“Tidak ada seorangpun yang dapat mencapai
kehidupan yang lebih baik, kecuali orang itu berusaha dengan tangannya sendiri
(bekerja) dan Nabi Daud AS, makan dari usahanya sendiri” ﴾HR.
Bukhori﴿
Dalam pandangan Islam semua pekerjaan yang
halal dianggap mulia. Yang penting pekerjaan itu tidak haram, seperti mencuri,
korupsi dan merampok.
d.
Tasawuf dan
Etos Kerja
Menurut
ajaran Islam, bekerja itu wajib, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan diri
sendiri, keluarga dan umat. Tasawuf pun sejalan dengan ajaran dasar Islam,
sehingga tasawuf tidak melemahkan etos kerja, tetapi malah dapat memperkuat
etos kerja.
i.
Konsep etos
kerja dalam tasawuf
Untuk
meningkatkan semangat atau etos kerja dalam diri kita, para ahli sufi telah
mengajarkan kita melalui sikap yang mereka contohkan dalam kehidupan mereka
sesuai dengan ajaran dan konsep tasawuf, diantaranya sebagai berikut :
1)
Optimisme
Optimisme atau harapan dalam tasawuf disebut
raja’. Raja’ ialah mengharapkan rahmat Allah SWT yang sesungguhnya selalu
mengelilingi kita, tetapi jarang diperhatikan.
Harapan untuk mendekat dengan Allah SWT
didasarkan pada sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.
اَنَا عِنْدَ
ظَنِّ عَبْدِى بِى وَ اَنَا مَعَهُ اِذَا ذَكَرَنِي اِنْ ذَكَرَنِي فِى نَفْسِهِ
ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَ اِنْ ذَكَرَنِي فِى مَلَاٍ ذَكَرتُهُ فِى مَلَاٍ هُوَ
خَيْرٌ مِنْهُمْ وَ اِنْ اقْتَرَبَ اِلَى شِبْرًا اقْتَرَبْتُ اِلَيْهِ ذِرَاعًا
وَ اِنِ اقْرَبَ اِلَى ذِرَاعًا اقْتَرَبْتُ اِلَيْهِ بَاعًا وَ اِنْ اَتَانِى
يَمْشِى اَتَيْتُهُ هَرْوَلَةَ
“Aku
akan berada di samping sangkaan hamba-Ku. Jika dia ingat kepada-Ku dalam
dirinya, maka Aku ingat kepadanya dalam diri-Ku. Jika dia ingat kepada-Ku dalam
kerumunan yang ramai, maka Aku ingat kepadanya dalam kerumunan yang lebih baik
daripada mereka. Jika dia mendekat kepada-Ku satu jengkal, maka Aku mendekat
padanya satu lengan, maka Aku mendekat padanya satu depa. Jika dia mendekat
kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekat kepadanya dengan berlari.”
Optimisme
jelas mengandung etos kerja yang tinggi, karena untuk mewujudkan optimisme
diperlukan ikhtiar. Hal itu berarti bahwa tasawuf sangat mendorong kita untuk
bekerja keras sebagai perwujudan optimisme. Dan jika hasil kerja keras tersebut
tidak sesuai yang diharapkan, maka kita tidak boleh putus asa.
2)
Istiqomah
Istiqomah berarti teguh atau konsisten,
maksudnya konsisten pada jalan yang lurus dan benar dalam niat, perkataan dan
perbuatan. Istiqomah merupakan salah satu cara mendekatkan diri pada Tuhan.
Dalil naqli yang menjelaskan perlunya
istiqomah, yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
Tuhan kami ialah Allah SWT, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah denga surga yang
dijanjikan kepadamu” {QS. Fushshilat: 30}
Sebagian ulama berpendapat bahwa istiqomah
orang awam berbeda dengan istiqomah orang khawas, seperti sufi. Istiqomah orang
awam ialah konsisten mengerjakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Sedang
istiqomah orang khawas ialah menjauhi hal-hal yang bersifat duniawi dan hal-hal
yang mendorong kepada kepentingan duniawi.
Sikap konsisten merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam pekerjaan. Pekerjaan memerlukan konsistensi untuk mencapai
tujuan. Konsistensi dalam pekerjaan adalah memenuhi/menepati waktu yang sudah
ditentukan. Konsistensi diperlukan
untuk mencapai target yang sudah ditentukn, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Namun, jika tidak ada konsistensi dalam bekerja, maka tidak mencapai target dan
akan merugikan perusahaan serta diri sendiri.
Dengan demikian, istiqomah
sangat relevan dengan pengembangan etos kerja. Meskipun awalnya istiqomah ini
untuk menjalankan perintah Tuhan. Sikap istiqomah juga kemudian dapat
diterapkan dalam pekerjaan, karena salah satu perintah Tuhan adalah mencari nafkah
dengan cara yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidup.
3) Sabar
Sabar berarti menahan,
maksudnya menahan diri dari keluh kesah ketika menjalankan perintah Tuhan dan
sewaktu menghadapi musibah. Jadi, sabar meliputi urusan duniawi dan ukhrowi.
Sabar merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Tuhan.[1][18]
Dalil-dalil yang menjelaskan perintah Tuhan
untuk bersabar:
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah
sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah SWT beserta orang-orang
yang sabar” {QS. Al-Baqoroh: 153}
Kesabaran merupakan salah satu sikap yang
sangat penting dalam pengembangan etos kerja. Kita tidak mampu bekerja
disiplin, jika tidak memiliki kesabaran. Dalam pekerjaan biasanya ada
tantangan, seperti lelah, mengurus tenaga dan pikiran dan sebagainya. Semua ini
tidak dapat dilakukan tanpa kesabaran.
4)
Ikhlas
Ikhlas berati murni atau bersih, maksudnya
suatu amal perbuatan dilakukan bersih dari pamrih. Amal itu dilaksanakan
semata-mata karena Allah SWT atau menegakkan kebenaran, keadilan dana
kejujuran. Dalam tasawuf ikhlas merupakan salah satu cara mendekatkan diri pada
Tuhan.[2][21]
Dalil-dalil Al-Qur’an yang memerintahkan untuk
bersikap ikhlas, yang artinya:
“Padahal mereka
tidak disuruh kecuali menyembah kepada Allah SWT dengan memurnikan keta’atannya
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” {QS.
Al-Bayyinah: 5}
Sikap ikhlas dapat menjadi dasar etos kerja
yang paling ideal. Karena dengan ikhlas, seberat apapun pekerjaan itu akan
terasa ringan dan tak kenal lelah. Sikap ikhlas juga membuat orang jujur dalam
bekerja. Artinya, orang yang bekerja akan menjaga aset-aset yang dimiliki oleh
perusahaannya dan tidak akan merusak atau mencuri. Sikap ikhlas membuat orang
bertanggung jawab terhadap pekerjaannnya, karena orang tersebut menyadari bahwa
pekerjaannya akan berdampak pada konsumen dan diri sendiri.
5) Ridlo
Ridlo berarti senang, maksudnya senang
menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan, senang kepada ajaran dan takdirnya. Orang
yang telah mencintai Allah SWT biasanya senang dengan segala hal yang datang
dari Allah SWT.[3][24]
Dalil-dalil tentang keutamaan sikap ridlo, yang
artinya:
“Allah
SWT berfirman: Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang
benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai, Allah ridlo terhadap mereka dan merekapun ridlo terhadap-Nya.
Itulah keberuntungan yang sangat besar” {QS. Al-Maidah: 119}
Bekerja merupakan salah satu wujud ridlo kepada
Allah SWT, dan orang yang ridlo akan menganggap bahwa pekerjaan itu suatu hal
yang menyenangkan. Sebab ridlo kepada Allah SWT berarti senang bekerja dalam
upaya memenuhi kebutuhan kewajibannya mencari nafkah.[4][25]
Dengan demikian, ridlo kepada Allah SWT
mengandung etos kerja yang kuat. Karena ridlo, maka orang bekerja keras untuk
membuktikan takdir.
6)
Qona’ah
Qona’ah berarti merasa cukup, maksudnya rizqi
yang diperoleh dari Allah SWT dirasa cukup untuk disyukuri.[5][26] Meskipun penghasilannya kecil, namun diterima
dengan ikhlas dan sabar, sehingga tidak terdorong mencari tambahan pendapatan
dengan cara yang haram dan percaya bahwa setiap orang telah ditentukan
rizqinya.
Mengenai hal ini Allah SWT berfirman:
وَ مَا مِنْ
دَابَّةٍ فِي الْاَرْضِ اِلَّاَ عَلَي اللهِ رِزْقُهَا
“Dan
tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rizqinya”
{QS. Hud: 6}
Yang
dimaksud binatang melata adalah makhluk yang bernyawa.
Qona’ah adalah merasa cukup setelah berikhtiar.
Sebaliknya merasa cukup tanpa ikhtiar itu bukan qona’ah, tetapi disebut malas,
dan sikap malas dilarang oleh Allah SWT.[6][27] Firman-Nya,
yang artinya:
“Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah” {QS.
Al-Jumu’ah: 10}
Dengan demikian, orang harus bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan hidup, baik itu hasilnya mencukupi atau kurang mencukupi. Ini berarti
qona’ah mengandung etos kerja yang kuat.
7)
Takwa
Menurut sebagian sufi, takwa adalah membentengi
diri dari siksa Tuhan dengan jalan taat kepadanya. Sedang ahli fiqih
berpendapat bahwa takwa adalah menjaga diri dari segala sesuatu yang melibatkan
diri ke dalam perbuatan dosa.
Dalil-dalil yang menerangkan tentang takwa, yg
artinya”
“Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu” {QS. Al-Hujurot: 13}
Takwa dapat mengembangkan etos kerja yang kuat
dan sehat. Artinya tidak hanya mendorong untuk bekerja keras dalam membangun
kehidupan. Tetapi pembangunan itu didasarkan pada landasan yang kuat, yakni
tidak melakukan hal-hal yang menggerogoti peradaban dan kemudian
menghancurkannya setelah sekian lama dibangun.
8)
Takut
Takut dalam tasawuf berarti takut kepada siksaan
Allah SWT dan takut amalnya ditolak. Untuk menyebut kata “takut” ada empat
istilah dalam Al-Qur’an dan hadits, yaitu Khauf, Khasyyah, Rahbah dan Wajal.
Tetapi istilah yang sering digunakan dalam tasawuf ialah Khauf sesuai
dengan firman-Nya:
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,
sedang mereka berdo’a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap” {QS.
As-Sajdah: 16}
Implikasi rasa takut kepada Allah SWT adalah
taat kepada-Nya. Rasa takut mendorong orang untuk berbuat sesuatu, seperti
bekerja, dengan niat dalam rangka taat kepada Allah SWT. Karena itu, rasa takut
mengandung etos kerja yang kuat. Rasa takut mendorong untuk bekerja keras
secara terus menerus dan tidak putus asa. Rasa takut juga mendorong untuk
menghindari perbuatan curang dalam bekerja, seperti menipu dan korupsi. Ini
berarti rasa takut mendorong etos kerja yang benar. Namun etos kerja tidak
selalu benar, seperti etos kerja penjahat atau orang yang jahat. Orang yang
curang pun mempunyai etos kerja, yaitu etos kerja dalam berbuat curang dan
kejahatan.
9)
Tawakal
Tawakal berarti berserah diri, maksudnya
berserah diri kepada keputusan Allah SWT, terutama ketika melakukan suatu upaya
atau perbuatan. Misalnya untuk hidup layak orang harus bekerja keras melakukan
pekerjaan yang halal. Bagaimana hasilnya itu diserahkan kepada Allah SWT.
Dalil-dalil yang memerintahkan kita untuk
bersikap tawakal, di antaranya:
“dan
hanya kepada Allah sajalah orang-orang mu’min itu harus bertawakal” {QS.
Ali-Imron: 122 dan 160 }
Dengan demikian orang tidak boleh berhenti
berikhtiar untuk meraih kesuksesan dalam hidupnya dan terus bertawakal. Ikhtiar
yang terus menerus merupakan etos kerja yang ditanamkan oleh sikap tawakal.
10)
Taubat
Dalam tasawuf taubat berarti kembali, yakni
kembali dari perbuatan tercela menuju perbuatan terpuji, sebagimana yang
diajarkan dalam Islam. Taubat tidak cukup hanya dengan ucapan, tetapi harus
disertai dengan tindakan.
Dalil Al-Qur’an mengenai
taubat, di antaranya:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya” {QS. At-Tahrim: 8}
Taubat adalah memperbaiki diri dengan
menjalankan kewajiban agama dan menjauhi larangannya. Di antara kewajiban itu
adalah mencari nafkah untuk diri sendiri dan keluarga. Orang yang bertaubat
seharusnya bekerja keras untuk memperoleh pendapatan yang dapat menenuhi
kebutuhan hidupnya. Ini berati orang yang bertaubat harus bekerja agar
mendapatkan rizqi untuk dishodaqohkan.
11)
Zuhud
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zuhud adalah
meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat kelak. Ada
juga yang berkata bahwa zuhud adalah menghilangkan rasa cinta selain kepada
Allah SWT.
Dalil-dalil tentang zuhud, di antarnya:
“Apa
yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang di sisi Allah adalah kekal” {QS. An-Nahl:
96}
Dalam konteks perkerjaan zuhud berarti
mengerjakan pekerjaan halal dan hasilnya tidak dihambur-hamburkan atau
digunakan dalam perbuatan maksiat. Selain menjauhi pekerjaan syubhat dan haram,
zuhud juga menghendaki kita melakukan kewajiban, termasuk mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Dilihat dari ini, zuhud mengandung etos kerja yang
tinggi.
12)
Wara’
Wara’ berarti berpantang, maksudnya berpantang
atau meninggalkan hal-hal yang syubhat dan yang tidak bermanfaat. Hal ini didasarkan
pada sebuah hadits, yaitu “sebagian dari kesempurnaan Islam seseorang ialah
meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat” ﴾HR. Malik,
Tirmidzi dan Ibnu Majah﴿
wara’ masih mengandung etos kerja yang kuat.
Karena pekerjaan yang halal terbuka luas, sehingga untuk hidup makmur tidak
harus melakukan perbuatan haram. Dengan demikian orang yang wara’ seharusnya
bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memberi kontribusi yang jelas
kepada pengembangan Islam dan kaum muslimin. Usaha seperti ini juga merupakan
bukti etos kerja yang kuat dalam sikap wara’.
13)
Syukur
Syukur berarti terima kasih, maksudnya
berterima kasih kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dilimpahkan kepada
manusia. Syukur dapat dilakukan dengan hati, lisan dan badan. Syukur dengan
hati ialah selalu ingat kepada Allah SWT (dzikir), syukur dengan lisan ialah
mengucapkan tahmid (pujian) kepada-Nya, dan syukur dengan badan ialah
menaati ajaran Allah SWT.
Dalil-dalil
Al-Qur’an tentang syukur, di antaranya:
“Dan
bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar kepada-Nya saja kamu menyembah” {QS. Al-Baqoroh:
172}
Hakikat syukur adalah pengakuan terhadap nikmat
Allah SWT dengan hati dan tindakan.
Pengakuan dengan hati ialah beriman kepadanya, dan pengakuan dengan tindakan
ialah taat kepadanya.
Dengan demikian, etos kerja yang diharapkan
tumbuh dari rasa syukur ialah etos kerja yang sehat, yang memajukan kepentingan
bersama dan kebersamaan itu tidak boleh dinodai dengan hal-hal yang destruktif,
seperti menipu dan korupsi.
14) Cinta
Cinta dalam tasawuf disebut mahabbah, maksudnya
mahabbah kepada Allah SWT untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Selain
cinta kepada Allah SWT ada pula cinta kepada diri sendiri yang diketahui
melalui ma’rifat yang selanjutnya ma’rifat kepada Allah SWT.
Keutamaan cinta kepada Allah SWT dijelaskan
dalam Al-Qur’an:
“Hai
orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya,maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintai-Nya”{ Al-Maidah: 54}
Dengan demikian, maka bekerja itu wajib dan
cinta mengandung etos kerja yang kuat. Sebenarnya tidak diwajibkanpun umumnya
orang bekerja keras mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya karena
dorongan cinta kepada merka. Tetapi jika dia muslim, maka dorongan itu datang
dari dua arah, yaitu cinta Allah SWT dan cinta keluarga, begitupun cinta yang
lain.
15) Rindu
Rindu dalam tasawuf disebut syauq, maksudnya
rindu kepada Allah SWT. Syauq adalah kerinduan untuk melihat sang kekasih dan
kerinduan untuk dekat dengan kekasih, kerinduan untuk bersatu dengan kekasih,
kerinduan yang intens untuk meningkatkan kerinduan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa rindu adalah
damainya hati, senang bertemu dan berada didekatnya. Mengenai hal ini Allah SWT
berfirman:
مَنْ كَانَ
يَرْجُوْ لِقَاءَ اللهِ فَاِنَّ اَجَلَ اللهِ لَاتٍ
“Barang
siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang
dijanjikan) Allah pasti datang” {QS. Al-Ankabut: 5}
Dengan demikian, rindu mengandung etos kerja
yang kuat. Karena keluarga, orang mau bekerja tanpa lelah dan terus
mencari nafkah, meski harus meninggalkan kampung halaman. Kesungguhan bekerja tidak dapat dilepaskan dari rasa
rindu kepada keluarga. Tetapi rasa rindu kepada keluarga tidak boleh melebihi
rindu kepada Allah SWT.
16)
Shiddiq
Shiddiq berarti benar atau jujur, maksudnya
benar atau jujur dalam perkataan dan perbuatan. Membiasakan sikap shiddiq
merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan bersikap
shiddiq merupakan nilai hidup yang sangat penting dalam hubungan sesama
manusia, sekaligus menjadi sendi kemajuan manusia sebagai pribadi dan kelompok.
Dalil-dalil
Al-Qur’an yang memerintahkan manusia bersikap jujur, di antaranya:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar” {QS. At-Taubah: 119}
Sikap shiddiq menghendaki orang bekerja dengan
jujur.[7][48] Jadi shiddiq
mengandung etos kerja yang kuat. Karena jujur tidaknya seseorang dapat dilihat
pada pekerjaannya, yaitu apakah dia melakukan pekerjaannya secara jujur atau
tidak. Cara lain melihat kejujuran orang adalah memperhatikan ucapannya.
17)
Syaja’ah
Syaja’ah berarti berani, maksudnya berani
melakukan tindakan yang benar walaupun harus menanggung resiko yang berat.
Sikap berani harus ditunjang oleh sikap mental di mana seseorang dapat
menguasai dirinya dan berbuat sebagaimana mestinya. Rosulullaah ﷺ bersabda:
“Bukanlah
yang disebut pemberani adalah orang yang kuat bergulat. Sesungguhnya pemberani
adalah orang dapat menguasai hawa nafsunya di kala marah” ﴾HR.
Bukhori dan Muslim﴿
Telah terbukti dalam sejarah Islam bahwa
keberanian yang dimiliki oleh para pejuang Islam sangat menentukan pengembangan
agama Islam di masa lalu. Ini berarti bahwa keberanian dapat membawa kemajuan
Islam, berbagai kehidupan masyarakat dan dalam dunia kerja. Hal ini terlihat
misalnya munculnya kreasi-kreasi baru yang berguna bagi kehidupan manusia.
Munculnya temuan-temuan baru di bidang IPTEK didorong oleh keberanian untuk
melakukan eksperimen. Ini berarti bahwa syaja’ah mengandung etos kerja yang
kuat.
18)
Takdir
Takdir adalah ketetapan dan ketentuan Allah SWT
tentang keadaan segala sesuatu sebelum terwujud di dunia ini. Takdir disebut
juga qadha dan qadar. Takdir merupakan salah satu rukun iman, berdasarkan sabda
Rosulullah:
“Hendaklah
engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rosul-Nya
dan hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada takdir, baik dan buruknya” ﴾HR.
Muslim﴿
Manusia ditakdirkan memiliki akal pikiran,
kemampuan, kemauan dan kebebasan dimaksudkan untuk bekerja guna memenuhi
kebutuhan diri dan keluarganya serta memajukan kehidupan umat dan bangsanya.
Ini berarti konsep takdir mengandung etos kerja yang kuat.
19)
Malu
Rasa malu dalam tasawuf disebut haya’,
maksudnya malu kepada Allah dan diri sendiri ketika akan melanggar ajaran
Islam, yaitu meninggalkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Rasa malu dapat menjadi pembimbing kepada jalan keselamatan dan mencegah
perbuatan buruk.
Malu berbuat jahat mendorong orang untuk selau
berbuat baik. Begitu pula malu berpresprestasi rendah dalam pekerjaan,
mendorong pekerja berusaha untuk mencapai prestasi yang tinggi. Untuk meraih
prestasi yang tinggi dalam pekerjaan diperlukan kerja keras. Ini berarti bahwa rasa malu mengandung etos kerja yang kuat.
20)
Wirid
Wirid merupakan latihan spiritual dengan
menyebut nama-nama Tuhan, mengerjakan sholat sunnah, membaca Al-Qur’an, dzikir,
do’a dan tafakkur.
Perlunya wirid dengan menyebut nama-nama Tuhan
ditegaskan Al-Qur’an: وَ اذْكُرِ اسْمَ
رَبِّكَ وَ تَبَتَّلْ اِلَيْهِ تَبْتِيْلاً
“Sebutlah
nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan” {QS.
Al-Muzzammil: 8}
Ketenangan hati dan pikiran sangat penting
dalam bekerja. Orang yang hati dan pikirannya dapat bekerja dengan baik dan
bisa menyusun strategi kerja yang tepat untuk mencapai hasil yang maksimal. Ini
berarti bahwa ketenangan hati, pikiran, wirid, dzikir, do’a, membaca Al-Qur’an,
dan sholat sangat penting dalam mengembangkan etos kerja.
21)
Dzikir
Dzikir berarti mengingat, menyebut atau
mengagungkan Allah dengan mengulang-ulang salah satu namanya. Dzikir yang
hakiki ialah sebuah keadaan spiritual di mana seseorang yang mengingat Allah
(dzakir) memusatkan segenap fisik dan spiritualnya kepada Allah, sehingga
seluruh wujudnya bisa bersatu dengan Yang Maha Mutlak.
Dengan dzikir orang akan selalu ingat perintah
Allah SWT, ini berarti dzikir mengandung etos kerja yang kuat. Kemudian dzikir
juga dapat menimbulkan ketenangan jiwa dan pikiran. Dalam masyarakat modern,
persaingan dalam pekerjaan berlangsung sangat ketat, orang mudah mengalami
stress yang selanjutnya mengganggu jiwa dan pikiran.
22)
Do’a
Do’a berarti permintaan atau permohonan, yaitu
permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat. Kebaikan di dunia
adalah kesehatan, kemakmuran, memiliki pengetahuan dan terhindar dari musibah.
Sedang keselamatan di akhirat adalah masuk surga.
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah:
Berdo’alah kepada mereka yang kamu anggap Tuhan selain Allah, maka mereka tidak
akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari kalian, dan tidak pula
memindahkannya” {QS. Al-Isro’: 56}
Jelaslah bahwa do’a tidak dapat berdiri
sendiri, tetapi harus disertai
dengan ikhtiar. Artinya orang tidak boleh hanya berdo’a, tetapi juga
harus berikhtiar untuk mencapai hal-hal yang diminta dalam do’a. Ha lini
berarti bahwa do’a mengandung etos kerja yang kuat.
23)
Tafakkur
Tafakkur berarti renungan, yakni merenungkan
ciptaan Allah, kekuasaan-Nya yang nyata dan tersembunyi serta kebesarannya di
seluruh langit dan bumi. Tafakkur termasuk wirid yang dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Tuhan.
Perlunya tafakkur tentang ciptaan Allah dalam
Al-Qur’an dijelaskan:
“Dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia” {QS. Ali-Imron:
191}
Tafakkur menghasilkan kerinduan untuk selalu
dekat dengan Allah SWT, mendorong untuk beribadah, beramal sholih, berbuat
baik, dan menghindari perbuatan salah dan dosa. Salah satu perbuatan baik
adalah bekerja mencari rizqi untuk diri memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini
berarti, tafakkur mengandung etos kerja yang kuat.
24)
Uzlah
Uzlah berarti mengasingkan diri, yaitu
mengasingkan diri dari pergaulan dengan masyarakat untuk menghindari maksiat
dan kejahatan serta melatih jiwa dengan
melakukan ibadah, dzikir, do’a dan tafakkur tentang kebesaran Allah SWT dalam
mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalil Al-Qur’an yang menceritakan uzlah
yang pernah dilakukan oleh Nabi Musa, firman Allah SWT:
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa
(memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami
sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah
waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada
saudaranya yaitu Harun: Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan
perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan”
{QS. Al-A’rof: 142}
Uzlah adalah melepaskan diri dari pekerjaan
sehari-hari tetapi untuk beribadah dan bertafakkur tentang kebesaran Allah SWT
yang tentunya akan mendatangkan ketenangan hidup. Ketenangan hidup akan
menimbulkan sikap mental dan semangat hidup yang kuat dalam menghadapi
kehidupan pada umumnya dan pekerjaan khususnya. Ini berarti uzlah
mengandung etos kerja yang tinggi.
25)
Kemiskinan
Dalam tasawuf kemiskinan disebut faqr.[8][65] Maksudnya, pada dasarnya manusia itu miskin,
baik secara spiritual maupun material. Miskin spiritual berarti manusia tidak
dekat dengan Tuhan dan berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan
menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Sedang miskin secara material
adalah pada dasarnya manusia itu miskin, tidak memiliki apa-apa. Semua
harta/barang berharga adalah titipan Allah SWT yang harus dipergunakan
sebaik-baiknya
Untuk menjadi orang kaya agar dapat mengasihi
orang miskin tentu saja harus bekerja untuk mendapatkan rizqi yang halal dan
banyak. Keharusan bekerja keras untuk mencari rizqi menunjukkan bahwa konsep
faqr dalam tasawuf mengandung etos kerja yang kuat. Sebab biasanya untuk
menjadi orang kaya harus bekerja keras.
Orang miskin sebaiknya tidak meminta-minta
untuk memenuhi keperluan, tetapi harus bekerja untuk mendapat rizqi yang
memadai. Ini juga menunjukkan adanya etos kerja dalam konsep faqr.
26)
Kematian
Dalam tasawuf kematian ada dua macam, yaitu
mati secara fisik dan spiritual. Namun yang dimaksud kematian di
sini adalah kematian secara fisik. Allah SWT berfirman:
“Tiap-tiap
yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu
dikembalikan” {QS. Al-Ankabut: 57}
Jelaslah bahwa ingat akan kematian tidak harus
diwujudkan dengan menjauhi urusan dunia,
tetapi melakukan tindakan nyata dalam kehidupan dunia. Dalam melakukan
tindakan nyata yang didorong oleh ingat akan kematian dapat menimbulkan sikap
berani mati.
Sikap berani mati dalam berbuat menumbuhkan
etos kerja yang kuat. Karena sikap seperti ini menimbulkan semangat kerja yang
tak pernah kendur sampai akhir hayat orang yang memiliki sikap tadi. Semangat
kerja yang terus menyala bukan untuk memperkaya diri sendiri, tetapi untuk
menegakkan keadilan, kebenaran, kejujuran dan kemakmuran bagi kesejahteraan
bersama.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Abu
Qasim al-Qusyaeri (376-466), tasawuf ialah penjabaran ajaran Al-Quran,
sunnah, berjuang mengendalikan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah,
mengendalikan syahwat, dan menghindari sikap meringankan ibadah. Dan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Menurut ajaran Islam, bekerja itu wajib,
setidaknya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga dan umat. Tasawuf
pun sejalan dengan ajaran dasar Islam, sehingga tasawuf tidak melemahkan etos
kerja, tetapi malah dapat memperkuat etos kerja.
Untuk meningkatkan semangat atau etos kerja
dalam diri kita, para ahli sufi telah mengajarkan kita melalui sikap yang
mereka contohkan dalam kehidupan mereka sesuai dengan ajaran dan konsep tasawuf.
Di antaranya, sikap optimisme, istiqamah, sabar, ikhlas, ridha, qana’ah, takwa,
takut, tawakal, tobat, zuhud, wara’, syukur, cinta, rindu, hidiq, syaja’ah,
takdir, malu, zikir, doa, tafakkur, uzlah, kemiskinan, dan kematian.
DAFTAR
PUSTAKA
Sabar, rahmatia. Makalah. 2017.
Makalah tasawuf dan etos kerja.
Tersedia (online). Diunduh http://tulisanalonelygirl.blogspot.co.id/2017/04/
makalah-tasawuf-dan-etos-kerja.html